Oleh : Ustad Budi Ashari
Urusan keluarga seringkali dianggap adalah urusan kecil yang tidak dianggap penting untuk punya landasan, termasuk tentang keuangan keluarga. Landasan keuangan keluarga muslim adalah QS. Al Baqarah : 180 dan QS. An Nisa ayat 5. Harta yang kita miliki haruslah membawa kita kepada kebaikan Jika pendidikan kita kepada anak sudah baik, namun anak-anak masih jadi tidak baik, silahkan telusuri harta untuk memberi makan anak tersebut. Harta subhat saja tidak boleh dibawa pulang sebagai nafkah, apalagi yang haram. Harta juga harus dapat menegakkan kehidupan kita. Jangan terlalu banyak menerima pemberian supaya kita tetap bisa ‘berdiri tegak’.
Pertanggungjawaban harta di akhirat terdiri dari pemasukan dan pengeluaran harta. Pemasukan keluarga muslim terdiri dari harta halal, suami menafkahi, istri mendidik generasi, dan qonaah. Keluarga muslim harus belajar dan mengetahui tentang fikih harta supaya tidak memakan harta haram tanpa disadari. Ajarkan anak tentang halal dan haram juga saat mengajarkan tentang mencari nafkah. Setan membuat kita takut miskin.
Jauhi riba, lawan dengan jual beli. Hutang dalam Islam diizinkan, namun tidak dianjurkan. Semangat untuk membeli secara cash harus kembali dihidupkan. Selagi masih bisa lunas, jangan berhutang. Segeralah lunasi hutang.
Suami yang menafkahi, bukan berarti istri tidak boleh memiliki penghasilan sendiri. Namun istri tidak mempunyai kewajiban menafkahi keluarga, walaupun jika dia membantu suami, maka akan menjadi amal sholeh. Walaupun istri bekerja, suami harus tetap menafkahi, supaya qowamahnya terjaga.
Pemisahan harta suami dan istri sangat penting, apalagi untuk urusan waris di kemudian hari. Dalam Islam, tidak ada istilah harta gono-gini. Namun, suami mencari nafkah dan istri mendidik generasi tetaplah kondisi yang paling baik. Ajarkan anak tentang qonaah, ajak anak untuk melihat orang-orang yang di ‘bawah’, jangan terus mendongak ke ‘atas’.
Pengeluaran keluarga muslim adalah ukuran sedang yaitu ukur kemampuan belanja sesuai kondisi, tidak pelit dan tidak berlebih-lebihan, tidak boros, dan jika membantu, mulailah dari orang yang terdekat. Rejeki dari Allah itu ada saatnya naik, ada pula saatnya turun, jadi gaya hidup kita pun jangan cuma bisa naik, tapi susah untuk turun. Yang perlu diingat, shodaqoh tidak akan mengurangi harta kita, malah Allah akan mengembangkan harta kita dengan penuh keberkahan.
Harta yang berkah, walau sedikit akan menjadi modal berharga untuk kebesaran dan kecukupan kita, dan anak-anak kita kelak. Harta yang berkah akan membuat mereka menjadi anak yang sholeh/sholehah.
Jadi, jika ingin meninggalkan jaminan masa depan kepada anak berupa tabungan, pastikan kehalalannya, jauhkan dari sistem riba yang haram. Hati-hati bersandar pada harta dan hitung-hitungan belaka sampai lupa kalau Allah lah yang Maha Mengetahui apa yang akan tejadi. Dan jaminan yang paling berharga yang akan menjamin masa depan anak-anak, baik yang berharta maupun yang tidak, adalah kesholehan para ayah dan kesholehan anak-anaknya. Dengan kesholehan ayah, mereka dijaga. Dengan kesholehan anak-anak, mereka akan diurusi, dijaga, dan ditolong oleh Allah.
—
Mendengar materi ini merasa kalo aku ini masih sangat ‘duniawi’, terlalu banyak mikir ini itu dan terlalu jauh ke depan. Mengkhawatirkan masa depan seperti apa yang akan kami kasih ke anak-anak dengan kondisi keuangan keluarga yang pas-pasan pun gak. Sibuk mikiri finasial, lupa kalo iman dan takwa harus ditanamkan jauh lebih dulu. Memang gak ada yang salah dengan mempersiapkan masa depan, yang penting jangan sampai lupa kalau Allah itu ada. Allah yang menyayangi hambanya.
Allah, aku mohon ampun untuk kekurangtawakalan kami. Allah, bantu aku menjadi hambaMu yang berserah diri pada pertolonganMu.